×
DULU DOKCIL SEKARANG DOKTER GIGI, MOTIVASI UNTUK DOKCIL STUDENT ONE (Bagian 1)

Berdasarkan kisah nyata

StudentOne_Suatu saat di pertengahan tahun 2010 penulis mendapat SMS dari Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) Bakti Jaya, Setu, Tangsel. Petugas yang menghubungi Penulis mengabarkan bahwa ia mendapat tugas dari PKM untuk menindaklanjuti program kesehatan dengan sekolah tempat Penulis bertugas. Ia minta kesediaan Penulis untuk membantu berjalannya program tersebut. Namun anehnya ia tidak memperkenalkan diri, setidaknya nama. Ia hanya bilang saya hanya bertugas mengkomunikasikan nanti ada tim yang datang.

Komunikasi melalui SMS saat itu memungkinkan pengirim menyembunyikan identitasnya, seperti dirinya. Ah sudahlah, Penulis tidak ambil pusing. Dia masih menutup siapa dirinya. Komunikasipun terus berlanjut  hingga ia mengajukan rencana kunjungan bersama timnya.

Hari yang direncanakanpun tiba. Rasa penasaran menyelimuti hati Penulis. Siapa petugas kesehatan itu? Berani-beraninya ia sudah minta tolong, ini dan itu, tapi tidak mau memperkenalkan dirinya.

Penulis sudah siap dilobby sekolah ketika rombongan tamu datang. Mereka memarkir sepeda motornya di halaman sekolah. Empat orang petugas PKM yang semuanya wanita itu mengendarai tiga sepeda motor. Merekapun mulai membuka helm, kacamata dan beberapa orang membuka penutup mulut.

Sudah tiga orang melepaskan helmnya, namun tidak ada satupun yang Penulis kenal, merekapun tidak ada yang menyapa Penulis sebagai tanda pernah berkomunikasi via SMS. Penulispun berkesimpulan, berarti bukan salah satu dari mereka bertiga yang kemarin berkirim SMS. Tampaknya mereka sedang menunggu satu orang temannya yang baru memarkir motornya. Mungkin dialah pemimpin rombongan ini, pikir Penulis.

Perlahan-lahan dengan tetap mempertahankan mukanya ke arah depan ia melepas helmnya. Ia seorang wanita berpakaian dokter membuka helmnya. Iapun turun dan berjalan kearah Penulis.

“Assalamu’alaikum pak Rofiq. Masih ingat saya, Pak? Putri pak, dokcil di madrasah…,” ucapnya sambil tersenyum manis.

Masya AllahAllahu Akbar…hampir tidak percaya dengan mata ini… . Keempat petugas itupun Penulis arahkan ke ruang kepala sekolah.

---

Sekitar tahun 1992 Penulis masih mahasiswa semester akhir di IAIN Jakarta. Disamping kuliah Penulis nyambi berkiprah di sebuah madrasah ibtidaiyah (MI, setingkat SD) di Pisangan, Ciputat. Setiap hari Sabtu penulis mengantar rombongan siswa ke Puskesmas Ciputat. Kegiatan ini berjalan karena adanya program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dengan Puskesmas. Targetnya semua siswa mendapat pemeriksaan gigi. Akhirnya secara bertahap semua siswa dari kelas I hingga kelas VI mengikuti periksa gigi ini termasuk tindak lanjut bagi yang mempunyai masalah seperti gigi berlubang.
Beberapa orang tua pesimis terhadap program ini. Bagi mereka memeriksakan gigi adalah hal yang diluar jangkauan mereka. Hanya orang-orang kaya yang mau periksa gigi.

“Boro-boro periksa gigi pak, buat kasih jajan anak-anak saja susah. Biasanya kalau sakit gigi mah dipopol bae pake getah jarak,” begitu ujar mereka dengan logat Betawi Ora daerah Ciputat ketika Penulis melakukan sosialisasi UKGS.

Alhamdulillah program ini tidak berbayar akhirnya merekapun menyambut dengan baik. Bahkan diantaranya ada yang minta ikut pemeriksaan di Puskesmas.

Sebagai guru yang memperhatikan absensi siswa Penulis sering mencermati penyebab mereka tidak masuk sekolah. Salah satunya karena sakit. Sakitnyapun beragam, ada yang pusing, korengan (meskipun ada yang memaksakan diri masuk sekolah sehingga mengundang lalat…ups), dan sakit gigi. (bersambung ke bagian 2)